Dia berteriak dan menjatuhkan iPhonenya.
Dan sekejap ada tangan yang meraih pergelangan tangannya dengan kencang.
“Aduh, jatuh deh. Kenapa nggak minta tolong?”
Suara itu dari suster berbaju putih yang buru-buru menolong Jimmy.
“Tadi..tadi…” Apapun yang Jimmy katakan tidak dipedulikan suster itu. Dia hanya membantu Jimmy kemabli ke tempat tidur dan merapikan selimutnya. Lalu dia mengambil iPhone Jimmy yang jatuh dan menyerahkannya ketangannya.
“Ada apa tadi? Kok sampe teriak? Maaf ya kalo terkejut. Sudah butuh apa lagi? Istirahat saja daripada mainan hape. Aduh, untung Siska nggak kebangun.
“Siska kebangun! Dia bangun!”
“Nggak. Padahal kenceng kan tadi teriaknya. Tuh dia lagi tidur.” Si suster menarik korden yang memisahkan Jimmy dan Siska dan Jimmy sempat melihat wajah Siska—wajah yang membuatnya berteriak ketika dia melihatnya di casing belakang iPhonenya. Jimmy terkejut!
“Sudah, apa lagi yang dibutuhin?”
“Eeerr.. errr.. headset.” Jimmy berusaha untuk menyembunyikan kekagetannya.
“Headset? OK. Dimana? Saku luar?”
Jimmy hanya mengangguk. Si suster mengambil headset Jimmy dan menyuruhnya untuk istirahat.
“Kalo bisa jangan sering-sering dengerin musik dulu. Masih harus banyak istirahat biar cepet keluar dari sini. Sudah ya. Saya harus muter dulu ngecek pasien-pasien lainnya.” Dan suster itu meninggalkan Jimmy dengan Siska.
Jimmy tidak memasang headsetnya. Dia masih terdiam selama kuang lebih dua puluh menit. Dia menggunakan waktunya untuk mengembalikan kepeningan hebat yang tadi dialaminya. Dan dua puluh menit tampaknya belum cukup juga. Sayangnya darah muda Jimmy membuatnya merasakan kebosanan yang cepat. Akhirnya dipasangnya juga iPhone yang dari tadi ada di genggaman tangannya.
Kabelnya tergulung-gulung rumit. Dia berusaha mengurainya perlahan. Sebenarnya bukan perlahanlah yang Jimmy inginkan. Tapi kenyataan bahwa tubuhnya masih lemah samapi ke jari-jarinyalah yang membuatnya lama untuk melakukan itu. Satu kekusutan sudah dia lewati. Dilihatnya sebentar tantangan di depan matanya. Ada tujuh lagi. Dia menghadapi ke kerumitan kedua. Kali ini kabel panjangnya harus dia tarik sepanjang lengan. Sayangnya ear plugnya membuat hal itu semakin susah. Dan ketika dia berhasil melepaskan ear plugnya, dia menarik kabelnya lagi sampai sejauh tangannya yang tercengkram tangan lain di sebelah kanannya!
Tangan Siska yang sedang berdiri di dekatnya itu membuat Jimmy berteriak sekeras-kerasnya, melemparkan iPhonenya dan bergerak mundur secepatnya sampai melewati pinggir ranjang.
(to be continued)
ni iPhone diulang2 spy ‘nasib’nya sama kayak HP mini ya? *dip dip kedip*
Maunya si pake android. Lol
warna blog nya simpel, uda bagus. konten nya juga gak terlalu banyak dan berat. isi nya uda oke(manggut).
(lha,kapan komentar jimmy sama siskanyaaa?!)
Om Je,saya posting baru di saung lho (promosi terselubung).
Makasi tante. Anw blog tante ada link subscribe email g si? Terakhir kali mewariskan komen dsana kok g ngeliat tombol ituuu.
Lupa,apa sudah di aktifin apa blm. Nanti di cek lg kl sudah mendarat di michigan. Tante lg di pesawat(telepon) dulu. Mending langganan abang2 pengantar koran aja sebulan cm 90K.
Pingback: Semalam di Rumah Sakit (Part 4) « firstmanonjupiter