Tapi sayang hanya sebatas itulah yang Jimmy bisa lihat karena jangkauan matanya terhenti di gorden yang menyembunyikan wajah si gadis. Paling tidak dia tahu kalau dia tidak sendiri dan dia bukanlah yang lebih parah dari si gadis. Walaupun dia tidak tahu apa yang salah dengan gadis itu sampai dia ada disana.
Kepalanya dia istirahatkan sebentar di posisi tengah karena tampaknya hanya dimiringkan sedikit saja kepalanya sudah membuat Jimmy sempoyongan dan tersengal-sengal. Dia ingat si suster sempat mengatakan sesuatu tentang keracunan makanan. Apakah gara-gara pizza yang dia makan tadi siang? Sampai sekarang Jimmy masih tidak tahu dengan jelas.
Jimmy berusaha sekali lagi memiringkan kepalanya ke sebelah kanan dan mengarahankan pandangannya ke bawah. Harusnya tas ranselnya ada disana. Dan dia cuma harus membuka resleting depan untuk meraih handphonenya. Untuk menjaga keseimbangan tangan kanannya mencoba meraih ujung lemari kayu kecil yang memisahkannya dengan gadis tadi. Jari-jarinya sekarang menari mencoba meraih resleting dan dia…berhasil! Ditariknya pelan logam itu-bukan karena dia tidak mau membuka kantong depannya dengan cepat, namun tangannya belum cukup kuat. Perlahan-lahan dia berhasil melihat ujung handphonenya. Dia berhenti menarik resleting dan sekarang berusaha untuk menarik handphonenya. Dia merasa sangat beruntung membeli casing iPhone logam dengan salah satu bagian sampingnya menjorok keluar. Itu yang dia incar. Dan dia berhasil. Namun dia tidak mau terburu-buru dan gagal. Sedikit-sedikit ditariknya iPhonenya itu dengan logam bagian belakang menghadap keluar. Dan sekarang dia bisa melihat utuh bagian logam belakang iPhonenya. Kilau lampu memantul disana dan juga bayangan seorang gadis berdiri memiringkan kepalanya dekat sekali dengan kepala Jimmy!
(to be continued)
Pingback: Semalam di Rumah Sakit (Part 3) « firstmanonjupiter